Perluas Wawasan, Petani Muda Belajar Konsep Low Cost Smart Farming di Polbangtan Kementan
PETANIINDONESIA.COM//YOGYAKARTA – Sektor pertanian akan menjadi masa depan dunia, yang sudah seharusnya menjadi peluang bisnis generasi muda. Kementerian Pertanian konsisten mendukung dan menfasilitasi para agropreneur muda untuk bergerak diberbagai bidang pertanian dari hulu hingga ke hilir.
Kementerian Pertanian mengajak puluhan Petani Muda dan Pemerintah Daerah penerima dan calon penerima Program Youth Enterpreneur and Employment Services (YESS) dari seluruh Indonesia untuk mempelajari konsep Low Cost Smart Farming di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Yogyakarta Magelang.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan studi banding dalam rangka membuka wawasan dan mengembangkan Program YESS yang dilaksanakan 31 Januari hingga 3 Februari 2024.
Peserta yang terdiri dari 100 orang tersebut diperkenalkan dengan konsep smart farming yang diterapkan di Polbangtan Yogyakarta Magelang.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman berharap konsep Low Cost Smart Farming bisa dipahami dengan baik oleh seluruh peserta. Serta, bisa diterapkan dalam lahan masing-masing.
Pernyataan tidak jauh berbeda disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi.
“Masa depan pertanian tanah air berada di tangan BBM petani muda. Oleh sebab itu, kita mengajak para petani untuk terus menambah pengetahuan dan kemampuan serta memaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka,” tuturnya.
Kepala Teaching Factory (TEFA) Polbangtan Yogyakarta Magelang, Geraldo A. Rimartin, yang menyambut peserta studi banding, menjelaskan bahwa konsep Low Cost Smart Farming yang diterapkan di Polbangtan Yogyakarta Magelang khususnya fokus pada smart irrigation.
Baca juga: Inspiratif, P4S Sarongge Olah Sampah Jadi Berkah
“TEFA kami tersebar di beberapa wilayah, salah satunya di Celeban ini. Karena letak Celeban yang di tengah kota, salah satu masalah yang kami hadapi adalah masalah irigasi. Ini yang melatarbelakangi kami menerapkan smart irrigation untuk efisiensi penggunaan air,” terangnya.
Menurutnya, cara kerja Smart Irrigation ini memanfaatkan Internet of Things untuk menjalankannya. Hal ini berdampak efisiensi sumber daya seperti penghematan tenaga kerja, air, dan pupuk.
“Smart irrigation cukup dikendalikan dengan menggunakan handphone dan bisa diatur dari mana saja yang terpenting aplikasi terkoneksi dengan internet. Selain hemat tenaga kerja, penggunaan smart irrigation ini juga menjadikan penggunaan air dan pupuk lebih efisien karena benar-benar terukur dan terporgram langsung ke sasaran,” jelas Geraldo.
Para peserta studi banding turut diperlihatkan panel smart irrigation dan mencoba menjalankan aplikasinya langsung bersama dengan petugas TEFA yang mendampingi.
“Selain mengontrol volume air dan pupuk, serta waktu penyiraman, melalui aplikasi juga dapat dilihat suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kelembaban tanah,” lanjut Geraldo.
Investasi perangkat smart irrigation ini diakui Geraldo juga cukup terjangkau. Untuk green house ukuran 8 kali 16 meter dengan populasi 99 tanaman membutuhkan investasi awal sekitar Rp2 juta hingga Rp2,5 juta.
“Yang diperlukan yaitu panel atau mesin smart farming, selang PE, mesin pompa atau tandon, valve, dan instalasi tambahan lainnya,” jelasnya.
Ucu, salah satu petani muda asal Sukabumi yang mengikuti studi banding, mengaku terkesan dan mendapat wawasan baru dari kunjungannya kali ini.
“Ternyata penerapan smart farming ini bisa juga dilakukan dengan harga terjangkau dan sederhana. Yang terpenting adalah kemauan untuk belajar dan menerapkannya,” ujar Ucu.
Panitia kegiatan berharap, sepulangnya peserta dari kegiatan studi banding ini dapat membawa ilmu baru dan menerapkannya di daerahnya masing-masing.(***)